MEMBUMIKAN KONSEP PENDIDIKAN IMAM AL-HADDAD: Relevansi Historis dan Aktualisasi dalam Sistem Pendidikan Islam di Indonesia

Dalam khazanah keilmuan Islam klasik, nama Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad (1634–1720 M) menempati posisi istimewa sebagai sosok ulama, sufi, dan pendidik yang mampu menyinergikan antara dimensi syariat, hakikat, dan akhlak. Konsep pendidikan yang digagas oleh beliau merupakan manifestasi dari warisan intelektual Madrasah Hadramaut yang khas dan otentik, serta memiliki kontribusi signifikan terhadap perkembangan sistem pendidikan Islam, khususnya di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia.

Sebagaimana telah dibahas dalam empat bab sebelumnya, konsep pendidikan Imam al-Haddad tidak berdiri secara terpisah dari sistem pendidikan Islam secara keseluruhan, melainkan menjadi salah satu pilar penting dalam praksis pendidikan ruhaniah dan intelektual umat. Dalam kerangka Madrasah Hadramaut, kita mencatat empat pilar utama pendidikan yang menjadi ciri khas pemikiran Imam al-Haddad:

  1. Konsep Ilmu sebagai Yakin dan Manfaat
    Imam al-Haddad mendefinisikan ilmu bukan semata pengetahuan kognitif, tetapi sebagai yakin (keyakinan yang mengakar) yang melahirkan sikap dan amal. Ilmu yang benar adalah ilmu yang bermanfaat, yaitu yang mampu mengantar seorang Muslim menuju kesadaran akan Allah dan pengamalan ajaran Islam secara menyeluruh.
  2. Urgensi Niat sebagai Fondasi Pendidikan Akhlak
    Beliau menempatkan niat sebagai fondasi utama dalam proses belajar. Niat yang ikhlas karena Allah menjadi pembeda antara proses menuntut ilmu yang menghasilkan keberkahan atau justru kehancuran spiritual. Dalam konteks ini, pendidikan akhlak bukanlah pelengkap, tetapi inti dari pendidikan Islam.
  3. Prinsip Gradualitas dalam Menuntut Ilmu
    Imam al-Haddad menekankan pentingnya tadarruj (bertahap) dalam belajar. Ilmu tidak dapat dipahami sekaligus, tetapi melalui proses bertingkat yang memperhatikan kesiapan intelektual dan spiritual peserta didik. Prinsip ini meniscayakan keberadaan kurikulum yang terstruktur dan kontekstual.
  4. Metode Talaqqi dan Transmisi Keilmuan yang Otoritatif
    Dalam proses menuntut ilmu, metode talaqqi (transmisi langsung dari guru kepada murid) merupakan metode utama yang beliau anjurkan. Di sinilah pentingnya keberkahan sanad keilmuan, yang tidak hanya menjamin validitas materi, tetapi juga mentransfer adab, semangat, dan keteladanan.

Meskipun konsep-konsep ini belum dirumuskan secara sistematis seperti dalam sistem pendidikan modern, namun praktik pendidikan Imam al-Haddad telah mengakar dalam kehidupan umat Islam, terutama di dunia pesantren. Konsep ini tidak hanya hidup di ruang-ruang teoritis, melainkan telah membumi dan bertransformasi dalam bentuk sistem pendidikan tradisional Islam yang kontekstual dan adaptif.

Pengaruh konsep pendidikan Imam al-Haddad dalam konteks Indonesia dapat dilacak dari sistem pendidikan pesantren yang secara esensial menekankan empat hal di atas: pentingnya keikhlasan dalam belajar, kebermaknaan ilmu, proses bertahap dalam kurikulum, serta hubungan murid-guru yang kuat melalui metode talaqqi. Hal ini membuktikan bahwa pemikiran Imam al-Haddad bukanlah warisan pasif, tetapi inspirasi aktif yang terus direlevansikan dalam berbagai dinamika pendidikan Islam kontemporer.

Lebih dari itu, kehidupan ruhaniah kaum Muslimin di Nusantara selama berabad-abad juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pemikiran dan warisan keilmuan beliau. Karya-karya seperti Risalah al-Mu’awanah, Nashaih al-Diniyyah, dan Adab Suluk al-Murid menjadi bacaan wajib di pesantren-pesantren dan majelis-majelis taklim. Dengan demikian, membumikan konsep pendidikan Imam al-Haddad berarti memperkuat akar pendidikan Islam yang berbasis akhlak, adab, dan spiritualitas.

Dalam era disrupsi informasi dan krisis akhlak dewasa ini, konsep pendidikan Imam al-Haddad menawarkan solusi paradigmatik. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada capaian intelektual, tetapi juga pada transformasi spiritual dan moral peserta didik. Oleh karena itu, perlu ada upaya sistematis untuk mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan Imam al-Haddad ke dalam kurikulum, metode pengajaran, serta kultur kelembagaan pendidikan Islam baik formal maupun nonformal.

Dengan demikian, membumikan konsep pendidikan Imam al-Haddad bukanlah sekadar romantisme terhadap warisan ulama, tetapi juga merupakan upaya strategis untuk menghadirkan pendidikan Islam yang otentik, relevan, dan transformatif dalam menjawab tantangan zaman.Randi.S./red.

Penulis :

Dr. Achmad Makki Lazuardi,Lc.,M.Pd.

Dosen UII Dalwa

 

Views: 64

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a comment